TB pada Anak

Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dan Balita Dengan Penyakit Menular
A. TETANUS
Pengertian
• Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
• Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Clostridium tetani. Berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit. Clostridium tetani berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob.. Toksin ini merupakan tetanuspasmin toksin neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
• Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
• Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
• OMP, caries gigi
• Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
• Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Patofisiologi
Penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang terbuka akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani.
Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)








1.


Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis
Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan
pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi

Hipoksia berat

 O2 di otak

Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan

Tanda dan gejala
Masa tunas biasanya 5- 14 hari, tetapi kadang- kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan. Tanda dan gejalanya yaitu:
• Trismus ( kesukaran membuka mulut) karena spasme otot- otot mastikatoris
• Kuduk kaku sampai opistotonus ( karena ketegangan otot- otot erektottrunki).
• Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
• Kejang tonik terutama bila dirangsang karena vaksin yang terdapat di kornu anterior.
• Risus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik ke atas), sudut mulut tertaik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
• Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
• Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar.
• Spasme mula- mula intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang- kadang terjadi perdarahan intramuskulus karena kontraksi yang kuat.
• Asfiksia dan cyanosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura columna vertebralis dapat pula terjadi karena kontarksi otot yang sangat kuat.
• Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
• Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang- kadang peninggian tekanan cairan otak.
Menurut beratnya gejala, dapat dibagi 3 stadium:
• Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
• Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
• Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.

Masalah Yang Sering Dialami Penderita Penyakit Tetanus
a. Gangguan nutrisi kurang
b. Ketidakefektifan jalan nafas
c. Risiko cedera fisik karena kejang
d. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien tetanus
a. Gangguan nutrisi kurang.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
 Tidak terjadi dehidrasi
 Tidak terjadi penurunan BB
 Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
 Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
3. Berikan perawatan kebersihan mulut.
4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.

b. Ketidakefektifan jalan nafas
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil :
 Tidak terjadi aspirasi
 Bunyi napas terdengar bersih
 Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.

c. Risiko cedera fisik karena kejang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil:
1. Klien tidak ada cedera akibat serangankejang
2. klien tidur dengan tempat tidurpengaman
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang
4. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5. Kesadaran composmentis
Intervensi:
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3. Anjurkan klien istirahat
4. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang.
5 Lindungi klien pada saat kejang dengan :
- longgarakn pakaian
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
- kencangkan pengaman tempat tidur
- lakukan suction bila banyak secret
6. Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7. Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8. Observasi efek samping dan keefektifan obat
9. Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10. Lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
11. Kerja sama dengan tim :
- pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
- pemberian oksigen tambahan
- pemberian cairan parenteral
- pembuatan CT scan

d. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi.
Intervensi:
• Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
• Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
• Gunakan sudip lidah saat kejang
• Miringkan ke samping untuk drainage
• Observasi oksigen sesuai program
• Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
• Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut.
• Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret
• Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan obstruksi
• Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
• Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
• Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahahipoksia
• Mengurangi rangsangan kejang
• Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia


B. DIFTERI
a. Konsep Dasar Difteri
Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheria. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan local. Sifat dari Corynebacterium diphtheria adalah sebagai berikut :
• Basil gram positif yang tidak membentuk spora
• Mempunyai kemampuan positif untuk memproduksi exotoxin, baik secara invitro/invivo, dan dalam media telurit membentuk tipe koloni mitis, intermedius, dan gravis.
• Mempunyai kemampuan untuk membentuk toksin yang dipengaruhi oleh “bacteriophage” yang mengandung “gene tox”.
Mekanisme masuknya kuman ke tubuh manusia umumnya adalah melalui mukosa hidung/mulut, kemudian kuman tersebut akan melekat dan berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas, dan mulai memproduksi toksin yang meresap ke sekelilingnya untuk selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh melalu pembuluh limfe dan darah.
Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah menghambat pembentukan protein dalam sel. Toksin diphteri mula – mula menempel pada membrane sel dengan bantuan fragmen B ( fragmen carboxy terminal ). Selanjutnya fragmen A ( fragmen amnio terminal ) akan masuk dan menyebabkan inaktifikasi enzim translokasi , sehingga akan terbntuk rangkaian polipeptida yang diperkirakan sebagai penyebab matinya sel.
Respons tubuh terhadap infeksi C. Diphteria adalah terjadinya inflamasi local yang bersama – sama dengan jaringan nefrotik membentuk bercak exudat. Apabila produksi toksin makin banyak, exodat fibrin makin luas dan makin dalam sehingga terbentuk membrane yang melekat erat. Membran jaringan yang udematos ini makin lama makin meluas mulai dari daerah oro-naso-faring sampai ke dareah trachea, laring, dan bronkus sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Bilamana sumbatan jalan napas terjadi dibagian atas, maka tindakan trakheostomi dapat membantu.
Toksin yang beredar dalam darah dapat menimbulkan kerusakan sel pada semua organ, terutama jantung, saraf, dan ginjal. Antitoksin diphtheria hanya berpengaruh pada toksin yang masih belum masuk dan bekerja di dalam sel. Toksi yang telah masuk ke dalam sel membutuhkan waktu untuk menimbulkan gejala klinis. Untuk timbulnya miokorditis diperlukan waktu rata – rata 7 – 10 hari, sementara manifestasi saraf terjadi pada minggu ke 3-6 dan seterusnya.
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
 Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
 Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
 Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
b. Pengkajian data
 Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur, namun sering dijumpai pada anak (usia 1-10 tahun)
 Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan bernapas pada waktu tidur, nyeri pada waktu makan, dan bengkak pada tenggorokan/leher.
 Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji
 Pemeriksaan fisik :
1. Pada difteri tonsil – faring terdapat malaise , suhu tubuh > 38,9oC, tedapat pseudomembran pada tonsil dan dinding faring, serta bullnek.
2. Pada difteri laring terdapat stridor, suara parau, dan batuk kering, sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi supra sterna, subcostal, dan supra clavicular.
3. Pada difteri hidung terdapat pilek ringan, secret hidung, yang serosanguinus sampai mukopurulen, dan membran putih pada septum nasi.
 Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menetukan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan sediaan langsung dengan kultur dan pemeriksaan toksigenitas.


Gejala umum difteri :
1. Demam tinggi + 38°C
2. Nyeri telan
3. Pusing
4. Tampak selaput berwarna putih keabu-abuan (Pseudomembran)
5. Bengkak pada leher
Gejala Klinis
 Difteri tejadi setelah periode masa inkubasi yang pendek yaitu 2-4 hari, dengan jarakantara1-5hari. Gambaran klinik tergantung pada lokasi anatomi yang dikenai.Beberapa tipe difteri berdasarkan lokasi anatomi adalah:
1. Nasaldiphtheria
 Gejala permulaan dari nasal diphtheria sukar dibedakan dari common cold.Tanda karakteristik adalah dijumpai pengeluaran sekresi hidung tanpa diikuti gejala lain. Demam bila ada biasanya rendah. Pengeluaran sekresi hidung ini mula-mula serous, kemudian serosanguinous, pada beberapa kasus terjadi epistaksis. Pengeluaran sekresi ini bisa hanya berasal dari salah satu lobang hidung ataupun dari keduanya. Lama kelamaan sekresi hidung ini bisa menjadi mucopurulent dan dijumpai exkoriasi pada lobang hidung sebelah luar dan bibir bagian atas, terlihat seperti impetigo.
 Pengeluaran sekresi kadang mengaburkan tentang adanya membrane yang putih pada sekat hidung. Karena absorpsi toxin yang jelek pada tempat lokasi, menyebabkan gejala hanya ringan tanpa adanya gejala yang menonjol. Pada penderita yang tidak diobati, pengeluaran sekresi akan berlangsung untuk beberapa hari sampai beberapa minggu, dan ini merupakan sumber penularan. Infeksi dapat diatasi secara cepat dengan pemberian antibiotika
2. Tonsillar [faucial] diphtheria dan Pharyngealhea
 Penyakit timbul secaraperlahan dengan tanda-tanda, malas, anorexia, sakit tenggorokan, dan panas yang rendah. Dalam waktu 24 jam bercak eksudat atau membrane dijumpai pada daerah tonsil. Berikutnya terjadi perluasan membran, yang bervariasi dari hanya melibatkan sebagian dari tonsil sampai menjalar ke kedua tonsil, uvula, palatum molle dan dinding dari faring. Membran ini rapuh, lengket dan berwarna putih atau abu-abu, dan bila dijumpai perdarahan bisa berwarna hitam. Pengangkatan dari membrane akan mudah menimbulkan perdarahan.
 Terlibatnya tonsil dan faring ditandai dengan pembesaran kelenjar, cervical adenitis dan peri adenitis. Pada kasus yang berat, pembengkakan jelas terlihat dan disebut dengan "bullneck".
 Berat ringannya penyakit tergantung pada berat tidaknya toxemia. Pada keadaan ini temperature bisa normal atau sedikit meninggi, tetapi pols cepat dan tak teratur.
 Pada kasus yang ringan, membrane akan lepas pada hari ke-7 sampai hari ke-10, dan penderita sembuh tanpa adanya gejala yang berarti, sedang pada kasus yang sangat berat, ditandai dengan gejala yang diakibatkan peningkatan toxemia, yaitu; kelemahan yang amat sangat, pucat sangat menonjol, pols halus dan cepat, stupor, kama dan meninggal dalam 6-10 hari. Pada keadaan penyakit yang sedang, penyembuhan terjadi secara perlahan dan biasanya sering diikuti dengan komplikasi miokarditis dan neuritis.
3. Laryngeal atau laryngo tracheal diphtheria
 Laryngeal diphtheria lebih sering merupakan lanjutan dari pharyngeal diphtheria, jarang sekali dijumpai berdiri sendiri. Penyakit ditandai dengan adanya demam, suara serak dan batuk. Peningkatan penyumbatan jalan nafas oleh membrane menimbulkan gejala ; inspiratory stridor, retraksi suprasternal, supra clavicular dan subcostal.
 Pada keadaan yang berat laryngeal diphtheria belanjut sampai kepercabangan trachea bronchial. Pada keadaan yang ringan, yang biasanya diakibatkan oleh pemberian antitoxin, saluran nafas tetap baik, dan membrane dikeluarkan dengan batuk pacta hari ke-6-10.
 Pada kasus yang sangat berat, dijumpai penyumbatan yang semakin berat, diikuti dengan adanya anoxia dan penderita terlihat sakit parah, sianose, kelemahan yang sangat, koma dan berakhir dengan kematian. Kematian yang mendadak bisa dijumpai pada kasus yang ringan yang disebabkan oleh karena penyumbatan yang tiba-tiba oleh bagian membrane yang lepas.
 Gambaran klinik dari laryngeal diphtheria, serupa dengan gambaran mekanikal obstruksi dari saluran nafas, yang biasanya disebabkan oleh membran, dan dijumpai kongesti, oedem, sedang tanda toxemia adalah minimal pada saat pemulaan terinfeksinya laring, hal ini disebabkan karena absorpsi dari toxin sangat kecil sekali di daerah laring. Terlibatnya laring biasanya bersamaan dengan tonsil dan pharyngeal diphtheria, dengan kosekwensi gejala klinik adalah gambaran obstruksi dan toxemia yang berat, yang dijumpai secara serentak
4. Non respiratory diphtheria.
Lebih dari satu lokasi anatomi mungkin terlibat pada waktu yang bersamaan

c. Masalah
 Diagnosis medis : dugaan( suspect ) difteri
 Masalah yang sering terjadi :
- Sesak nafas
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Resiko terjadi komplikasi (obstruksi jalan napas atau miokarditis).
d. Perencanaan tindakan
Apabila menjumpai anak dengan tanda – tanda yang mengarah pada penyakit difteri, maka anak perlu segera dirujuk ke dokter atau rumah sakit agar mendapatkan diagnosis yang pasti dan penanganan yang benar. Untuk anak yang dirawat dirumah sakit, perencanaan yang bisa dilaksanakan sesuai dengan masalahnnya adalah :
1. Sesak napas, tindakan yang diperlukan adalah :
 Monitor pola napas yang meliputi irama pernapasan, penggunaan otot-otot bantu napas, suara napas, dan frekuensi
 Monitor tanda – tanda vital lainnya ( suhu, nadi, tekanan darah, kesadaran ).
 Berikan oksigen sesuai advis ( 2 – 4 Lt/menit ). Apabila anak masih bayi, atur kepala dengan posisi ekstensi
 Atur posisi tidur pasien (kepala lebih tinggi)
 Jaga kelembaban udara dengan menggunakan rebulizer apabila perlu
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
 Berilah diet TKTP sesuai dengan kondisi pasien
 Berilah penjelasan mengenai pentingnya nutrisi yang mencukupi
 Libatkan orang tua dalam pemberian makanan
 Aturlah pemberian makanan dalam porsi yang sedikit tapi sering
 Timbanglah berat badan setiap hari.
3. Resiko terjadi komplikasi :
 Observasi tanda – tanda infeksi dan tanda – tanda obstruksi jalan napas tiap 2 jam atau sesuai dengan kebutuhan
 Anjurkan istirahat mutlak selama 10 – 14 hari.
 Lakukan pemeriksaan ECG ( sesuai kebutuhan ).
 Kolaborasi pemberian ADS sedini mungkin
 Kolaborasi pemberian terapi antibiotic
C. HIV / AIDS
Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS
Virus AIDS menyerang sel darah putih (limfosit T4) yang merupakan sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki limfosit T4, virusmemaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. Kematian limfosit T4 itu membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar ( baik virus lain,bakteri, jamur,atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4,virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otakdan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya tosik (racun) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak. Masa inkubasi berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, ada yang sampai 11 tahun,yang terbanyak kurang dari 11 tahun.

Tanda dan Gejala Penyakit HIV/AIDS pada Bayi dan Anak
a. Demam yang tidak kunjung sembuh lebih dari 3 bulan
b. Diare kronis lebih dari 1bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan (2 dari 3 gejala utama).
d. Batuk kronis selama 1 tahun.
e. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albicans.
f. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di selruh tubuh.
g. Munculnya herpes zoster berulang.
h. Bercak-bercak dan gatal-gatal di seluruh tubuh.

Masalah Keperawatan yang sering Dialami Anak dengan Penyakit HIV/AIDS
a. Risiko infeksi
b. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
c. Kurangnya volume cairan
d. Gangguan integritas kulit
e. Perubahan atau gangguan membrane mukosa

Rencana Tindakan Keperawatan
• Risiko Infeksi
Tindakan:
a. Kaji perubahan tanda-tanda infeksi(demam,peningkatan nadi, peningkatankecepatan nafas, kelemahan tubuh, atau letargi).
b. Kaji factor yang memperburuk terjadinya infeksi seperti usia,status nutrisi,penyakit kronis lain.
c. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam, tanda vital merupakan indicator terjadinya infeksi.
d. Monitor sel darh putih dan hitung jenis tiap hari, untuk memonitor terjadinya neotropenia.
e. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan secara umum, untuk menyiapkan keluarga/pegunjung turut serta memutus rantai penularan HIV/AIDS.
f. Instruksikan padaseluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic, antiviral, antijamur sesuai saran dokter, untuk membunuh kuman penyebab.
h. Lindungi individu dari resiko infeksi dengan universal precaution.

• Kurang Nutrisi (Kurang Dari Kebutuhan )
Tindakan:
a. Kaji perubahan status nutrisi dengan menimbang berat badan setiap hari.
b. Monitor asupan dan keluaran tiap 8 jam dan turgor kulit.
c. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
d. Rencanakan makanan enteral atau parenteral.

• Kurang Volume Cairan Tubuh
Tindakan:
a. Berikan cairan sesuai dengan indikasiatau toleransi.
b. Ukurlah asupan dan keluaran termasuk urine, tinja.
c. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital, watu penekanan daerah perifer, nadi perifer, turgor kulit, mukosa membrane, ubun-ubun tiap 4 jam.
e. Monitor urine tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan.
f. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai dengan kebutuhan.

• Gangguan Integritas Kulit
Tindakan:
a. Gantilah popok atau celana anak apabila basah.
b. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali buang air besar (defekasi)
c. Gunakan salep atau losion.

• Perubahan atau Gangguan Mukosa Membran Mulut
Tindakan:
a. Kaji membrane ukosa.
b. Berikan pengobatan sesuai sarn dokter.
c. Lakukan perawatan mulut tiap2 jam.
d. Gunakan sikatgigi yang lembut untuk membersihkan gigi, gusi, dan lidah.
e. Oleskan garam fisiologis tiap 4 jam dan sesudah membersihkan mulut.
f. Kolaborasi pemberian obat profilaksis (ketoconazole, flucanozole) selama pengobatan.
g. Gunakan antiseptic oral.
h. Check up gigi secara teratur.


D. TBC
1. Konsep dasar
Tuberkulosis paru (TBC) merupakan penyakit infeksi menular pada sistem pernafasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengenai bagian paru. Proses penularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk. Anak rentan terhadap organisme yang menyerang manusia (M. tuberculosis ) dan sapi (bovine) (Mycobacterium bovis). Dibeberapa negara tempat tuberkulosis pada sapi tidak terkendali atau pasteurisasi susu tidak dilakukan, jenis bovine merupakan sumber infeksi yang sering terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
a. Hereditas
b. Gender
c. Usia
d. Stres
e. Status nutrisi
Sumber infeksi pada anak-anak biasanya adalah anggota rumah tangga yang terinfeksi. Sumber lain dapat juga dari pengasuh bayi, pembantu rumah tangga, atau orang yang sering berkunjung ke rumah.
Penyakit ini dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu:
• Tuberkulosis paru primer yang sering terjadi pada anak. Proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei yaitu suatu prose terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberkulosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli. Kemudian terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin, makrofag ke dalam ruang alveolar
• Tuberkulosis pascaprimer, terjadi pada klien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman mikobakterium tuberkulosa
Etiologi
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, hingga sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral misalnya susu yang mengandung basil tuberberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit.
Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
1. Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembabab udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.
Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi :
* Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
* Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
* Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar keusus.
c. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
2. Tuberkulosis Post Primer
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer). TB post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.


Pemeriksaan Diagnostik.
1. Reaksi hipersensitivitas : Tes Kulit Tuberkulin
a. Tes tuberkulin intradermal (Mantoux)
b. Tes tuberkulin dengan suntikan jet
c. Tes tuberkulin tusukan majemuk
2. Pemeriksaan radiografik
Gambaran TBC milier berupa bercak-bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiology lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
3. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positip adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

2. Tanda dan gejala
Dapat bersifat simfat simptomatik atau menimbulkan bermacam-macam gejala:
Demam
Malaise
Anoreksia
Penurunan berat badan
Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan)
Nyeri menusuk dan rasa sesak di dada
Sejalan dengan perkembangan:
 Peningkatan frekuensi napas
 Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit
 Bunyi hilang dan ronki kasar
 Pekak pada saat perkusi
 Demam persisten
 Manifestasi gejala yang umum
 Pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan
3. Masalah yang sering dialami pada anak
a. Pola nafas tidak efektif
b. Takut/cemas
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif
d. Risiko infeksi
e. Intoleransi aktivitas
f. Nyeri
g. Perubahan keluarga

4. Perencanaan tindakan pada anak
a. Pola nafas tidak efektif
Terjadinya pola nafas tidak efektif dapat disebabkan karena adanya proses inflamasi pada paru atau parenkim paru. Tujuan rencana keperawatannya adalah mengembalikan fungsi pernapasan secara normal.
Tindakan :
1. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semifowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30 derajat.
2. Hindari pakaian anak yang terlalu ketat.
3. Berikan atau sokongan agar jalan napas memungkinkan tetap terbuka.
4. Berikan oksigenasisesuai dengan kebutuhan anak.
5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan anak atau dengan jadwal yang tepat.
6. Berikan pelembap untuk melancarkan jalan pernapasan.
7. Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah bias, atau mengerti.
8. Monitor pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigenasi.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif
Masalah bersihan jalan napas pada anak dengan peradangan pada paru dapat disebabkan oleh adanya obstruksi, inflamasi dan peningkatan sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu batuk secara efektif. Upaya yang dilakukan adalahdengan cara mempertahankan napas atau kepatenan jalan napas, sehingga diharapkan napasnya bersih dan mampu mengeluarkan sekresi secara adekuat.
Tindakan:
1. Atur posisi dengan tubuh sejajar yang dapat membuat ekspansi paru.
2. Lakukan penghisapan sekresi jalan napas.
3. Bantu anak untuk mengeluarkan sputum atau latih batuk secara efektif bila sudah mengerti.
4. Lakukan fisioterapi dada.
5. Berikan ekspektoran yang sesuai untuk memudahkan pengeluaran sputum.
6. Berikan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekresi.
7. Berikan nebulasi dengan larutan dan alat yang tepat sesuai dengan ketentuan.
c. Nyeri
Nyeri yang terjadi pada anak dengan penyakit keradangan paru ini akibat proses inflamasi. Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan ambang nyeri sampai batas toleransi yang diterima anak.
Tindakan:
1. Berikan kompres panas atau dingin pada daerah yang sakit.
2. Berikan analgesic sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada anak.
3. Berikan aktivitas pengalihan sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.













BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Beberapa penyakit menular yang ditemukan pada anak-anak adalah tetanus, difteri, HIV / AIDS dan TBC.
• Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
• Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheria.
• Virus AIDS menyerang sel darah putih (limfosit T4) yang merupakan sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi.
• Tuberkulosis paru (TBC) merupakan penyakit infeksi menular pada sistem pernafasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengenai bagian paru. Proses penularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk.
Berbagai asuhan keperawatan yang tepat dilakukan oleh perawat untuk menangani masalah penyakit menular pada bayi dan balita tersebut.

SARAN
Setelah membaca makalah ini disarankan kepada pembaca terutama perawat agar lebih memperhatikan tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada klien terutama bayi dan balita karena tindakan yang diberikan kepada orang dewasa berbeda dengan bayi dan balita. Selain itu disarankan kepada kepada mahasiswa keperawatan untuk dapat membuat makalh yang lebih sempurna dari makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
http://askep-askeb.cz.cc/2009/09/askep-anak-dengan-tetanus.html (diakses tanggal 18 Maret 2010 )

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html (diakses tanggal 18 Maret 2010 )

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_15.html (diakses tanggal 18 Maret 2010 )

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=3&ved=0CAwQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.pediatrik.com%2Fperawat_pediatrik%2F061031-joiq163.doc&rct=j&q=asuhan+keperawatan+pada+pasien+tetanus&ei=59ShS7iZFoGyrAfm-eTgCA&usg=AFQjCNGlVPiau_JECXhsK_XOceYbqbmZ1A (diakses tanggal 18 Maret 2010)

Lubis, Chairuddin P. Diphtheria ( http://www.usu.ac.id/id/files/artikel/Dipteri.pdf diakses tanggal 18 Maret 2010)
Novia, Mira. 2009. Difteri, Bagaimana Penularan dan Pencegahannya. Diakses tanggal 18 Maret 2010 ( http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya/berita/difteri-bagaimana-penularan-dan-pencegahannya )
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
TBC Pada Anak. http://karyatulisilmiahkesehatan.blogspot.com/2008/11/tbc-pada-anak.html ( diakses tanggal 18 Maret 2010 )

1 Response to "TB pada Anak"

  1. adalgisoxia says:
    3 Maret 2022 pukul 20.27

    casino - Dr.MD
    A 서울특별 출장안마 complete casino and sportsbook for sports 경기도 출장마사지 betting and 광양 출장샵 casino fans in Georgia. A gaming 양주 출장안마 lounge with a slot machine and table games. · Casino Lounge  Rating: 4.2 · ‎1,914 아산 출장마사지 reviews

Posting Komentar